SEPUTAR TUMBUHAN GAHARU
( Aquilaria sp )
( Aquilaria sp )
Gaharu adalah kayu berwarna kehitaman dan mengandung
resin khas yang dihasilkan oleh sejumlah spesies pohon dari marga Aquilaria,
terutama A. malaccensis. Resin ini digunakan dalam industri wangi-wangian
(parfum dan setanggi) karena berbau harum. Gaharu sejak awal era modern (2000
tahun yang lalu) telah menjadi komoditi perdagangan dari Kepulauan Nusantara ke
India, Persia, Jazirah Arab, serta Afrika Timur.
Berdasarkan studi dari Ng et al. (1997), diketahui jenis-jenis berikut ini menghasilkan resin gaharu apabila terinfeksi oleh kapang gaharu :
Berdasarkan studi dari Ng et al. (1997), diketahui jenis-jenis berikut ini menghasilkan resin gaharu apabila terinfeksi oleh kapang gaharu :
- just for widening coloum
Aquilaria subintegra, asal Thailand Aquilaria
crassna asal Malaysia, Thailand, dan Kamboja
Aquilaria malaccensis, asal Malaysia, Thailand, dan India Aquilaria apiculina, asal Filippina
Aquilaria baillonii, asal Thailand dan Kamboja
Aquilaria baneonsis, asal Vietnam Aquilaria beccarain, asal Indonesia Aquilaria brachyantha, asal Malaysia
Aquilaria malaccensis, asal Malaysia, Thailand, dan India Aquilaria apiculina, asal Filippina
Aquilaria baillonii, asal Thailand dan Kamboja
Aquilaria baneonsis, asal Vietnam Aquilaria beccarain, asal Indonesia Aquilaria brachyantha, asal Malaysia
- just for widening coloum
Aquilaria cumingiana, asal Indonesia
dan Malaysia Aquilaria filaria, asal China Aquilaria grandiflora, asal China Aquilaria
hilata, asal Indonesia dan Malaysia Aquilaria khasiana, asal India Aquilaria
microcarpa, asal Indonesia Malaysia Aquilaria rostrata, asal Malaysia
Aquilaria sinensis, asal Cina
Aquilaria sinensis, asal Cina
Gaharu sebagai komoditas hasil hutan bukan kayu (HHBK)
pada saat ini keberadaannya semakin langka dan sangat dicari. Perburuan gaharu
yang intensif karena permintaan pasar yang sangat besar menyebabkan gaharu alam
dari hutan belantara Indonesia tidak mudah ditemukan. Sehingga pemerintah
menurunkan kuota perdagangan gaharu alam untuk mengerem laju kepunahannya.
Demikian juga secara internasional terdapat kesepakatan untuk memasukkan
beberapa spesies tanaman penghasil gaharu menjadi tanaman yang dilindungi.
Sebelumnya, ekspor gaharu Indonesia tercatat lebih
dari 100 ton pada tahun 1985. Pada periode 1990 – 1998, tercatat volume ekspor
gaharu mencapai 165 ton dengan nilai US $ 2.000.000. Pada periode 1999 – 2000
volume ekspor meningkat menjadi 456 ton dengan nilai US $ 2.200.000. Sejak
akhir tahun 2000 sampai akhir tahun 2002, volume ekspor menurun menjadi sekitar
30 ton dengan nilai US $ 600.000. Penurunan tersebut disebabkan semakin
sulitnya gaharu didapatkan. Selain itu, pohon yang bisa didapatkan di hutan
alam pun semakin sedikit yang diakibatkan penebangan hutan secara liar dan
tidak terkendali serta tidak adanya upaya pelestarian setelah pohon tersebut
ditebang.
Tegakan gaharu alam ditemukan di hutan seperti di
Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua. Para pemburu gaharu pada
dasarnya mengetahui karakteristik tegakan gaharu yang menghasilkan gubal
gaharu. Akan tetapi masa kajayaan gaharu telah menyebabkan banyak orang yang
tidak berkompeten juga memburu gaharu sehingga banyak pohon yang tidak
menghasilkan gaharu juga ditebang sehingga keberadaannya semakin berkurang
secara drastis.
Salah satu alternatif yang kemudian dikembangkan oleh
banyak pihak adalah dengan membudidayakan tanaman gaharu. Seperti halnya yang
telah dikembangkan secara besar-besaran di Vietnam demikian pula di Malaysia.
Pengembangan tanaman gaharu di Indonesia belumlah populer karena belum
diketahui secara pasti nilai ekonomisnya. Namun dengan gencarnya penelitian
oleh berbagai pihak sehingga ditemukan metoda atau teknologi yang cukup
menjanjikan dapat membantu tanaman memproduksi gubal gaharu.
Jenis-jenis tanaman yang dapat dikembangkan adalah
jenis tanaman yang selama ini dikenal sebagai penghasil gaharu seperti
Aquilaria. malaccensis, A. microcarpa, A. beccariana, A. hirta, A. filaria, A.
crassna, A. agallocha, A. baillonii, A. khasiana, A. grandiflora, A.
borneensis, A. sinensis, Gonystylus bancanus, Gyrinops verstegii.
IDENTIFIKASI ( morfologi ) POHON
GAHARU
Aquilaria microcarpa Baill. (family Thymelaeaceae)
merupakan jenis pohon penghasil gaharu yang ditemui di Hutan Lindung S. Wain.
Adapun ciri morfologi jenisnya adalah sebagai berikut : Pohon mempunyai tinggi
mencapai 40 m dengan diameter batang 80 cm.
Kulit batang bagian luar berwarna abu-abu keputihan, pada pohon tua kulit bagian luar jika diraba terasa lunak atau rapuh dan mudah mengelupas. Kulit batang bagian dalam berwarna putih krem dan kayu gubalnya berwarna putih.
Ranting muda berwarna coklat terang dan berbulu halus.
Daun berwarna hijau kadang terdapat bintik-bintik putih dan tepi daun bergelombang, pada bagian atas daun muda tidak terdapat bulu tetapi pada bagian bawah kadang dijumpai adanya bulu-bulu halus, merupakan daun tunggal dengan bentuk daun menjorong hingga lonjong, membundar telur sungsang hingga lonjong atau melanset sungsang dengan panjang 4,5 – 10 cm dan lebar 1,5 – 4,5 cm. Pangkal daun membaji hingga menirus, ujung daun meruncing dan kadang berekor dengan panjang hingga 1 cm. Tulang daun sekunder 12-19 pasang,urat daun tidak beraturan, kadang bercabang, terlihat jelas dari permukaan atas daun. Tangkai daun dengan panjang 3-5 mm, berbulu. Perbungaan di ujung, ketiak dan diatas ketiak tangkai dengan bunga berwarna putih, kuning terang atau kuning dengan panjang hingga 5.mm, berbulu halus.
Kulit batang bagian luar berwarna abu-abu keputihan, pada pohon tua kulit bagian luar jika diraba terasa lunak atau rapuh dan mudah mengelupas. Kulit batang bagian dalam berwarna putih krem dan kayu gubalnya berwarna putih.
Ranting muda berwarna coklat terang dan berbulu halus.
Daun berwarna hijau kadang terdapat bintik-bintik putih dan tepi daun bergelombang, pada bagian atas daun muda tidak terdapat bulu tetapi pada bagian bawah kadang dijumpai adanya bulu-bulu halus, merupakan daun tunggal dengan bentuk daun menjorong hingga lonjong, membundar telur sungsang hingga lonjong atau melanset sungsang dengan panjang 4,5 – 10 cm dan lebar 1,5 – 4,5 cm. Pangkal daun membaji hingga menirus, ujung daun meruncing dan kadang berekor dengan panjang hingga 1 cm. Tulang daun sekunder 12-19 pasang,urat daun tidak beraturan, kadang bercabang, terlihat jelas dari permukaan atas daun. Tangkai daun dengan panjang 3-5 mm, berbulu. Perbungaan di ujung, ketiak dan diatas ketiak tangkai dengan bunga berwarna putih, kuning terang atau kuning dengan panjang hingga 5.mm, berbulu halus.
|
Kelopak bunga berbentuk bulat telur hingga lonjong,
menumpul, berbulu tebal pada kedua permukaan. Bagian mahkota bunga pada umunya
lebih panjang dari benangsari, bulat telur hingga lonjong dan berambut tebal.
Benangsari panjang 1-1,5 mm, berseling panjang dan pendek dengan kepala sari
berukuran 0,5mm. Bakal buah berbulu tebal dengan kepala putik mementol.
Buah kapsul berbentuk menjantung (subcordate), dengan ukuran 8-12(-16) mm sampai 10-12(-15) mm, terdapat 1-2 biji dalam satu buah.
Buah kapsul berbentuk menjantung (subcordate), dengan ukuran 8-12(-16) mm sampai 10-12(-15) mm, terdapat 1-2 biji dalam satu buah.
Biji bulat telur dengan ukuran 6-4 mm, berbulu tebal
berwarna kecoklatan
Proses pembentukan
Gaharu dihasilkan tanaman sebagai respon dari masuknya
mikroba yang masuk ke dalam jaringan yang terluka. Luka pada tanaman berkayu
dapat disebabkan secara alami karena adanya cabang dahan yang patah atau kulit
terkelupas, maupun secara sengaja dengan pengeboran dan penggergajian. Masuknya
mikroba ke dalam jaringan tanaman dianggap sebagai benda asing sehingga sel
tanaman akan menghasilkan suatu senyawa fitoaleksin yang berfungsi sebagai pertahanan
terhadap penyakit atau patogen. Senyawa fitoaleksin tersebut dapat berupa resin
berwarna coklat dan beraroma harum, serta umpuk pada pembuluh xilem dan floem untuk mencegah meluasnya luka ke jaringan lain. Namun, apabila mikroba yang menginfeksi
tanaman dapat mengalahkan sistem pertahanan tanaman maka gaharu tidak terbentuk
dan bagian tanaman yang luka dapat membusuk. Ciri-ciri bagian tanaman yang
telah menghasilkan gaharu adalah kulit batang menjadi lunak, tajuk tanaman
menguning dan rontok, serta terjadi pembengkakan, pelekukan, atau penebalan
pada batang dan cabang tanaman. Senyawa gaharu dapat menghasilkan aroma yang
harum karena mengandung senyawa guia dienal, selina-dienone, dan selina dienol.
Untuk kepentingan komersil, masyarakat mengebor batang tanaman penghasil gaharu
dan memasukkan inokulum cendawan ke dalamnya. Setiap spesies pohon penghasil
gaharu memiliki mikroba spesifik untuk menginduksi penghasilan gaharu dalam
jumlah yang besar. Beberapa contoh cendawan yang dapat digunakan sebagai
inokulum adalah Acremonium sp., Cylindrocarpon sp., Fusarium nivale, Fusarium
solani, Fusarium fusariodes, Fusarium roseum, Fusarium lateritium dan
Chepalosporium sp.
Nilai ekonomi Gaharu banyak diperdagangan dengan
harga jual yang sangat tinggi terutama untuk gaharu dari tanaman famili
Themeleaceae dengan jenis Aquilaria spp. yang dalam dunia perdangangan disebut
sebagai gaharu beringin. Untuk jenis gaharu dengan nilai jual yang relatif
rendah, biasanya disebut sebagai gaharu buaya. Selain ditentukan dari jenis
tanaman penghasilnya, kualitas gaharu juga ditentukan oleh banyaknya kandungan
resin dalam jaringan kayunya. Semakin tinggi kandungan resin di dalamnya maka
harga gaharu tersebut akan semakin mahal dan begitu pula sebaliknya. Secara
umum perdagangan gaharu digolongkan menjadi tiga kelas besar, yaitu gubal,
kemedangan, dan abu. Gubal merupakan kayu berwarna hitam atau hitam kecoklatan
dan diperoleh dari bagian pohon penghasil gaharu yang memiliki kandungan damar
wangi beraroma kuat. Kemedangan adalah kayu gaharu dengan kandungan damar wangi
dan aroma yang lemah serta memiliki penampakan fisik berwarna kecoklatan sampai
abu-abu, memiliki serat kasar, dan kayu lunak. Kelas terakhir adalah abu gaharu
yang merupakan serbuk kayu hasil pengerokan atau sisa penghancuran kayu gaharu.
Pengolahan Minyak Gaharu
Sebelum dijadikan bahan baku parfum,
gaharu harus diolah terlebih dahulu untuk mendapatkan minyak dan senyawa
aromatik yang terkandung di dalamnya. Sebagian kayu gaharu dapat dijual ke ahli
penyulingan minyak yang biasanya menggunakan teknik distilasi uap atau air
untuk mengekstraksi minyak dari kayu tersebut. Untuk mendapatkan minyak gaharu
dengan distilasi air, kayu gaharu direndam dalam air kemudian dipindahkan ke
dalam suatu tempat untuk menguapkan air hingga minyak yang terkandung keluar ke
permukaan wadah dan senyawa aromatik yang menguap dapat dikumpulkan secara
terpisah. Teknik distilasi uap menggunakan potongan gaharu yang dimasukkan ke
dalam peralatan distilasi uap. Tenaga uap yang menyebabkan sel tanaman dapat
terbuka dan minyak dan senyawa aromatik untuk parfum dapat keluar. Uap air akan
membawa senyawa aromatik tersebut kemudian melalui tempat pendinginan yang
membuatnya terkondensasi kembali menjadi cairan. Cairan yang berisi campuran
air dan minyak akan dipisahkan hingga terbentuk lapisan minyak di bagian atas
dan air di bawah. Salah satu metode digunakan saat ini adalah ekstraksi dengan
[[superkritikal CO2]], yaitu CO2 cair yang terbentuk karena tekanan tinggi. CO2
cair berfungsi sebagai pelarut aromatik yang digunakan untuk ekstraksi minyak
gaharu.[7] Metode ini menguntungkan karena tidak terdapat residu yang tersisa,
CO2 dapat dengan mudah diuapkan saat berbentuk gas pada suhu dan tekanan
normal.
Konservasi
Pada tahun 1994, konvensi CITES (Convention on International Trade in Endangered Species) di Amerika Serikat menetapkan bahwa pohon gaharu spesies A. malaccensis masuk ke dalam Appendix II, yaitu tanaman yang dibatasi perdangannya. Penetapan tersebut dikarenakan populasi tanaman penghasil gaharu semakin menyusut di alam yang disebabkan para pengusaha gaharu tidak dapat mengenali dengan tepat mana tanaman yang sudah mengandung gaharu dan siap dipanen. Untuk mencari pohon penghasil gaharu, para pengusaha menebang puluhan pohon yang salah ( tidak menghasilkan gaharu ) sehingga jumlah pohon tersebut sangat berkurang. Pada tahun 2004, Indonesia mengajukan agar semua penghasil gaharu alam yaitu genus Aquilaria dan Gyrinops dimasukkan ke dalam daftar Appendix 2 untuk membatasi perdagangannya sehingga perdagangan gaharu harus memiliki izin dari CITES dan dalam kuota tertentu. Hal ini dilakukan untuk memastikan spesies pohon gaharu alam dapat berkembang dan tersebar dengan baik.
Pada tahun 1994, konvensi CITES (Convention on International Trade in Endangered Species) di Amerika Serikat menetapkan bahwa pohon gaharu spesies A. malaccensis masuk ke dalam Appendix II, yaitu tanaman yang dibatasi perdangannya. Penetapan tersebut dikarenakan populasi tanaman penghasil gaharu semakin menyusut di alam yang disebabkan para pengusaha gaharu tidak dapat mengenali dengan tepat mana tanaman yang sudah mengandung gaharu dan siap dipanen. Untuk mencari pohon penghasil gaharu, para pengusaha menebang puluhan pohon yang salah ( tidak menghasilkan gaharu ) sehingga jumlah pohon tersebut sangat berkurang. Pada tahun 2004, Indonesia mengajukan agar semua penghasil gaharu alam yaitu genus Aquilaria dan Gyrinops dimasukkan ke dalam daftar Appendix 2 untuk membatasi perdagangannya sehingga perdagangan gaharu harus memiliki izin dari CITES dan dalam kuota tertentu. Hal ini dilakukan untuk memastikan spesies pohon gaharu alam dapat berkembang dan tersebar dengan baik.
Mahalnya harga jual getah dan pohon gaharu saat ini
membuat banyak petani Kotabaru mulai tertarik untuk mengembangkan dan
membudidayakan pohon gaharu. Selain memiliki harga ekonomis yang tinggi, pohon
gaharu juga dapat tumbuh di kawasan hutan tropis. Pengembangan pohon gaharu
saat ini tak terlalu banyak dikenal orang. Hanya orang-orang tertentu saja yang
sudah mengembangkan dan menanam pohon ini. Padahal, keuntungan dari bisnis
pohon gaharu dapat mengubah tingkat kesejahteraan warga hanya dalam waktu beberapa
tahun.
Selain dapat tumbuh di kawasan hutan, pohon gaharu
juga dapat tumbuh di pekarangan warga. Karena itu sebenarnya warga memiliki
banyak kesempatan untuk menanam pohon yang menghasilkan getah wangi ini.
Banyaknya getah yang dihasilkan dari pohon gaharu tergantung dari masa tanam
dan panen pohon tersebut. Misalnya untuk usia tanam selama 9 sampai 10 tahun,
setiap batang pohon mampu menghasilkan sekitar 2 kilogram getah gaharu.
Sementara harga getah gaharu mencapai Rp5-20 juta per
kilogram. Harga itu tergantung dari jenis dan kualitas getah gaharu. Untuk
getah gaharu yang memiliki kualitas rendah dan berwarna kuning laku dijual Rp5
juta per Kg, sedangkan untuk getah pohon gaharu yang berwarga hitam atau dengan
kualitas baik laku dijual Rp15-20 juta per Kg.
Salah seorang petani Kotabaru yang sudah mengembangkan
pohon gaharu ini adalah Miran, warga Desa Langkang, Kecamatan Pulau Laut Timur.
Menurutnya, untuk menanam pohon gaharu dan menghasilkan banyak getah diperlukan
perawatan khusus.
Saat pohon gaharu berumur sekitar 5-8 tahun, pohon
yang tumbuh seperti pohon hutan alam itu perlu disuntik dengan obat pemuncul
getah. Setiap pohon diperlukan satu ampul dengan harga Rp300 ribu. Miran
mengaku, ia sudah menjual sekitar 50 batang pohon gaharu yang masih berumur
sekitar 1-3 tahun dengan nilai Rp19 juta. Ia juga telah menanam 500 batang
pohon gaharu dengan umur satu tahun lebih dan tinggi sekitar 50 cm. Karena
memiliki sifat tumbuh yang tidak jauh beda dengan tanaman hutan lainnya, setiap
hektar lahan dapat ditanam sekitar 500 pohon gaharu dengan jarak tanam sekitar
3 - 4 meter kali 6 meter. ( 3 - 4 m x 6 m )
“Jika lahan tidur di wilayah kita dikembangkan dengan
menanam gaharu, maka 10-15 tahun kemudian akan menghasilkan uang ratusan juta,”
terang Miran. Sebelumnya, Miran sudah mencoba beberapa tanaman kebun, namun
hasilnya tidak seperti menanam pohon gaharu. Dalam satu pohon usia dewasa dapat
menghasilkan uang puluhan juta rupiah, Selain Miran banyak petani lain di Desa
Betung, Langkang Lama, Langkang Baru, Gunung Ulin dan Sebelimbingan yang mulai
mengembangkan kayu yang biasa diambil getahnya untuk bahan minyak dan bahan
obat obatan tersebut.(Narullah)
G A H A R U
Gaharu adalah sejenis kayu dengan berbagai bentuk dan
warna yang khas, serta memiliki kandungan kadar damar wangi, berasal dari pohon
atau bagian pohon penghasil gaharu yang tumbuh secara alami dan telah mati,
sebagai akibat dari proses infeksi yang terjadi baik secara alami atau buatan
pada pohon tersebut, dan pada umumnya terjadi pada pohon Aguilaria sp. (Nama daerah
: Karas, Alim, Garu dan lain-lain).
Gaharu, jenis tanaman ini sangat akrab di wilayah
tropis seperti Indonesia ini. Siapa yang tidak kenal gaharu. Masyarakat
Indonesia yang tumbuh dengan pengaruh asia terutama India, China dan Melayu
sangat akrab dengan gaharu mulai awal era klasik Nusantara. Kebudayaan Hindu,
Bhuda, Konghucu memanfaatkan kayu gaharu untuk: Keperluan ritual keagamaan
(dupa, hiyo; Hindu Budha, Konghucu), Pengharum badan , Pengharum ruangan, Bahan
kosmetik, Obat-obatan sederhana.
|
Kayu gaharu dulu didapatkan di hutan hujan tropis.
Hutan hujan tropis Nusantara memberikan secara alamiah proses terbentuknya kayu
gaharu di wilayah sesuai dengan syarat tumbuhnya: Sesuai dengan kondisi habitat
alami; Dataran rendah, Berbukit (< 750 mdpl).
Jenis Aquilaria tumbuh baik di jenis tanah Podsolik
merah kuning, tanah lempung berpasir, dengan drainage sedang sampai baik, iklim
A-B, kelembaban 80%, suhu 22-28 derajat Celsius, Curah hujan 2000-4000 mm/th.
Tidak baik tumbuh di tanah tergenang, rawa, ketebalan solum tanah kurang 50 cm,
pasir kwarsa, tanah dengan pH < 4.
Jaman dulu gaharu diperoleh dari alam langsung untuk
kepentingan sendiri. Tetapi dalam perkembangannya kayu gaharu menjadi komoditas
yang langka karena diexploitasi besar-besaran dan mulai diperdagangkan ke
berbagai penjuru dunia (China, Arab, India dan Eropa dll). Saat ini menjadi
suatu kesulitan untuk mendapatkan kayu gaharu dalam jumlah besar, karena
hutan-hutan sudah dilindungi dan dikonservasi. Meskipun demikian di pasar
selalu beredar komoditas tersebut yang diambil dari hutan-hutan. Kecuali
daerah-daerah yang memenag sudah melakukan pembudidayaan gaharu.
Saat ini Pusat Penelitian geografi Terapan
(PPGT-FMIPA) Universitas Indonesia (UI) sudah meluncurkan hasil penelitiannya
terkait dengan rekayasa produksi kayu gaharu. Kayu gaharu yang tadinya hanya
didapatkan dari alam langsung sekarang sudah dapat dbudidayakan dengan lebih
seksama seperti tanaman perkebunan lain (teh, kopi, coklat, karet dll).
Gaharu rekayasa memberikan peluang perencanaan
budidaya yang lebih akuntable, dari mulai penyemaian, pembibitan, penanaman,
penyiapan lahan, pemupukan, perawatan, pengobatan, rekayasa in-okulasi
(pemasukan enzim pembentuk jamur gaharu yang harum dan khas wangi baunya. Dari
mulai penanaman hingga dapat dilakukan inokulasi ketika pohon gaharu berumur
4-5 tahun. Dan setelah 1-2 tahun kemudian dapat di panen.
Kebutuhan gaharu dunia sangat besar quota Indonesia
300 ton/tahun baru dapat dipenuhi 10 % inipun berasal dari gaharu alam. Temuan
rekayasa produksi kayu gaharu memberi peluang yang sangat besar bagi perkebunan
di Indonesia. Dan keuntungan lainnya gaharu dapat disisipkan di sela-sela
perkebunan karet, ataupun dapat juga perkebunan gaharu dengan sistem tumpang
sari yang mana pohon gaharu sebagai tanaman induk (tanaman keras tahunan) dan
pada lahan yang sama di tanam tanaman musiman yang disarankan jenis tanaman
dengan buah di atas (bukan umbi-umbian).
Jika pada tahun 2009 pemerintah bersama masyarakat
perkebunan dan pertanian secara serentak melakukan penanaman dan tahun 2014
dilakukan penyuntikan (inokulasi) maka 2015/16 Indonesia menjadi produsen kayu
gaharu terbesar di dunia. Mari bersama sama mensukseskan 2009 sebagai tahun
Gaharu Indonesia. Dan saat ini pihak UI sudah mempersiapkan bibit gaharu
sebanyak-banyaknya. Kami bekerjasama dengan UI sudah memulai penanaman bibit
gaharu, baik di Jawa Barat(sawangan Depok), Yogyakarta (kulon Progo), maupun
Jawa Timur (Malang)
Istilah Istilah Umum Abu gaharu adalah serbuk kayu gaharu yang
dihasilkan dari proses penggilingan atau penghancuran kayu gaharu sisa
pembersihan atau pengerokan.
Damar gaharu adalah sejenis getah padat dan lunak, yang berasal
dari pohon atau bagian pohon penghasil gaharu, dengan aroma yang kuat, dan
ditandai oleh warnanya yang hitam kecoklatan.
Gubal gaharu adalah kayu yang berasal dari pohon atau bagian pohon
penghasil gaharu, memiliki kandungan damar wangi dengan aroma yang agak kuat,
ditandai oleh warnanya yang hitam atau kehitam-hitaman berseling coklat.
Kemedangan adalah kayu yang berasal dari pohon atau bagian pohon
penghasil gaharu, memiliki kandungan damar wangi dengan aroma yang lemah,
ditandai oleh warnanya yang putih keabu-abuan sampai kecoklat-coklatan,
berserat kasar, dan kayunya yang lunak.
Spesifikasi Gaharu dikelompokkan menjadi 3
(tiga) sortimen, yaitu gubal gaharu, kemedangan dan abu gaharu.
Klasifikasi
Gubal gaharu dibagi dalam tanda mutu, yaitu :
1. Mutu utama, dengan tanda mutu U, setara mutu super.
2. Mutu pertama, dengan tanda mutu I, setara mutu AB.
3. Mutu kedua, dengan tanda mutu II, setara mutu sabah super.
Gubal gaharu dibagi dalam tanda mutu, yaitu :
1. Mutu utama, dengan tanda mutu U, setara mutu super.
2. Mutu pertama, dengan tanda mutu I, setara mutu AB.
3. Mutu kedua, dengan tanda mutu II, setara mutu sabah super.
Kemedangan dibagi dalam 7 (tujuh) kelas mutu, yaitu :
1. Mutu pertama, dengan tanda mutu I, setara mutu TGA
atau TK I.
2. Mutu kedua, dengan tanda mutu II, setara mutu SB I.
3. Mutu ketiga, dengan tanda mutu III, setara mutu TAB.
4. Mutu keempat, dengan tanda mutu IV, setara mutu TGC.
5. Mutu kelima, dengan tanda mutu V, setara mutu M 1.
6. Mutu keenam, dengan tanda mutu VI, setara mutu M 2.
7. Mutu ketujuh, dengan tanda mutu VII, setara mutu M 3.
3. Mutu ketiga, dengan tanda mutu III, setara mutu TAB.
4. Mutu keempat, dengan tanda mutu IV, setara mutu TGC.
5. Mutu kelima, dengan tanda mutu V, setara mutu M 1.
6. Mutu keenam, dengan tanda mutu VI, setara mutu M 2.
7. Mutu ketujuh, dengan tanda mutu VII, setara mutu M 3.
Abu gaharu dibagi dalam 3 (tiga) kelas mutu, yaitu :
1. Mutu Utama, dengan tanda mutu U.
2. Mutu pertama, dengan tanda mutu I.
3. Mutu kedua, dengan tanda mutu II.
1. Mutu Utama, dengan tanda mutu U.
2. Mutu pertama, dengan tanda mutu I.
3. Mutu kedua, dengan tanda mutu II.
Cara Pemungutan
1. Gubal gaharu dan kemedangan diperoleh dengan cara
menebang pohon penghasil gaharu yang telah mati, sebagai akibat terjadinya
akumulasi damar wangi yang disebabkan oleh infeksi pada pohon tersebut.
2. Pohon yang telah ditebang lalu dibersihkan dan
dipotong-potong atau dibelah-belah, kemudian dipilih bagian-bagian kayunya yang
telah mengandung akumulasi damar wangi, dan selanjutnya disebut sebagai kayu
gaharu.
3. Potongan-potongan kayu gaharu tersebut
dipilah-pilah sesuai dengan kandungan damarnya, warnanya dan bentuknya.
4. Agar warna dari potongan-potongan kayu gaharu lebih
tampak, maka potongan-potongan kayu gaharu tersebut dibersihkan dengan cara
dikerok.
5. Serpihan-serpihan kayu gaharu sisa pemotongan dan
pembersihan atau pengerokan, dikumpulkan kembali untuk dijadikan bahan pembuat
abu gaharu.
Cara Uji
1. Prinsip : Pengujian dilakukan secara kasat mata
(visual) dengan mengutamakan kesan warna dan kesan bau (aroma) apabila dibakar.
2. Peralatan yang digunakan meliputi meteran, pisau,
bara api, kaca pembesar (loupe) ukuran pembesaran > 10 (sepuluh) kali, dan
timbangan.
Syarat pengujian
1. Kayu gaharu yang akan diuji harus dikelompokkan
menurut sortimen yang sama. Khusus untuk abu gaharu dikelompokkan menurut warna
yang sama.
2. Pengujian dilaksanakan ditempat yang terang (dengan
pencahayaan yang cukup), sehingga dapat mengamati semua kelainan yang terdapat
pada kayu atau abu gaharu.
Pelaksanaan pengujian
1. Penetapan jenis kayu Penetapan jenis kayu gaharu
dapat dilaksanakan dengan memeriksa ciri umum kayu gaharu.
2. Penetapan ukuran Penetapan ukuran panjang, lebar
dan tebal kayu gaharu hanya berlaku untuk jenis gubal gaharu.
3. Penetapan berat Penetapan berat dilakukan dengan
cara penimbangan, menggunakan satuan kilogram (kg).
4. Penetapan mutu Penetapan mutu kayu gaharu adalah
dengan penilaian terhadap ukuran, warna, bentuk, keadaan serat, bobot kayu, dan
aroma dari kayu gaharu yang diuji. Sedangkan untuk abu gaharu dengan cara
menilai warna dan aroma.
Penilaian terhadap ukuran kayu gaharu, adalah dengan
cara mengukur panjang, lebar dan tebal, sesuai dengan syarat mutu pada Tabel 2.
Penilaian terhadap warna kayu dan abu gaharu adalah dengan menilai ketuaan
warna, lebih tua warna kayu, menandakan kandungan damar semakin tinggi. Penilaian
terhadap kandungan damar wangi dan aromanya adalah dengan cara memotong
sebagian kecil dari kayu gaharu atau mengambil sejumput abu gaharu, kemudian
membakarnya. Kandungan damar wangi yang tinggi dapat dilihat dari hasil
pembakaran, yaitu kayu atau abu gaharu tersebut meleleh dan mengeluarkan aroma
yang wangi dan kuat.
Penilaian terhadap serat kayu gaharu, adalah menilai kerapatan dan kepadatan serat kayu. Serat kayu yang rapat, padat, halus dan licin, bermutu lebih tinggi dari pada serat yang jarang dan kasar.
Penilaian terhadap serat kayu gaharu, adalah menilai kerapatan dan kepadatan serat kayu. Serat kayu yang rapat, padat, halus dan licin, bermutu lebih tinggi dari pada serat yang jarang dan kasar.
10.4.5. Penetapan mutu akhir
Penetapan mutu akhir didasarkan pada mutu
terendah menurut salah satu persyaratan mutu berdasarkan karakteristik kayu
gaharu.
Syarat Lulus Uji Kayu gaharu atau abu gaharu yang telah diuji atau
diperiksa, dinyatakan lulus uji apabila memenuhi persyaratan mutu yang telah
ditetapkan.
Syarat
Penandaan Pada kemasan kayu atau abu gaharu yang telah selesai dilakukan
pengujian harus diterakan:
- Nomor kemasan
- Berat kemasan
- Sortimen
- Mutu
- Nomor SNI
- Tanda Pengenal Perusahaan (TPP)
- Nomor kemasan
- Berat kemasan
- Sortimen
- Mutu
- Nomor SNI
- Tanda Pengenal Perusahaan (TPP)
Gaharu Buatan Balitbang Kehutanan
Oleh Nawa Tunggal
Oleh Nawa Tunggal
Bagi awam, kerap kali gaharu dikenal sebagai pohon
berkayu wangi layaknya kayu cendana. Padahal, berbeda sama sekali. Gaharu pun
sekarang bukan melulu berkah alam tanpa campur tangan manusia karena ditemukan
metode produksi gaharu buatan yang tak kalah dengan yang alami.
Di Bogor, Jawa Barat, Badan Penelitian dan
Pengembangan (Balitbang) Kehutanan pada Pusat Penelitian dan Pengembangan
(Puslitbang) Hutan dan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan mengembangkan
rekayasa produksi gaharu buatan.
Risetnya dimulai sejak tahun 2000. Riset itu
menunjukkan keberhasilan dalam waktu satu sampai dua tahun terakhir ini.
Gaharu itu sendiri sebagai hasil persenyawaan enzim
jamur tertentu yang menginfeksi kayu jenis tertentu pula. Persenyawaan itu
menghasilkan damar wangi yang kemudian dikenal sebagai gaharu.
Kayu yang mengandung damar wangi atau gaharu kategori
paling bagus atau kelas super mencapai harga Rp 50 juta per kilogram. Melalui
metode penyulingan, gaharu umumnya dimanfaatkan sebagai pewangi.
Kepala Bidang Puslitbang Hutan Konservasi Alam
Kementerian Kehutanan Sulityo A Siran mengatakan, gaharu mulai diendus pula
untuk obat herbal berbagai jenis penyakit berat, seperti tumor, kanker, lever,
tuberkulosis, dan ginjal.
Soal pepatah, ”Sudah gaharu, cendana pula!”, menurut
Sulistyo, itu hanyalah pepatah untuk menguatkan suatu hal. Gaharu beraroma
wangi. Tentu akan wangi berlipat-lipat jika gaharu terdapat di kayu cendana
yang memang sudah wangi. ”Pada kenyataanya, gaharu tidak pernah berada di kayu
cendana,” ujarnya.
Teknik budidaya GAHARU
Beberapa jenis tumbuhan berpotensi untuk memproduksi
gaharu sudah dieksplorasi. Jenis tumbuhan itu meliputi Aquilaria spp, Aetoxylon
sympetallum, Gyrinops, dan Gonsystylus.
Berbagai jenis tumbuhan itu tersebar di Kalimantan,
Sumatera, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Papua. Tetapi, keberadaannya sekarang
mulai langka.
Masyarakat juga sulit mengenali jenis tumbuhan tersebut.
Salah satu jenis Aquilaria di Kalimantan dikenal dengan nama lokal karas.
Keberadaannya mulai jarang dijumpai pula.
Teknik budi daya gaharu dengan cara penginfeksian
jamur pembentuk gaharu ke dalam batang pohon potensial. Isolat jamur
penginfeksi atau pembentuk gaharu sudah dieksplorasi Balitbang Kehutanan dengan
hasil diperoleh dari genus Fusarium dan Cylindrocarpon.
• Pemilihan
Species
Aquilaria malaccensis, A. microcarpa serta A. crassna adalah species penghasil gubal gaharu dengan aroma yang sangat disenangi masyarakat Timur Tengah, sehingga memiliki harga paling tinggi.
Aquilaria malaccensis, A. microcarpa serta A. crassna adalah species penghasil gubal gaharu dengan aroma yang sangat disenangi masyarakat Timur Tengah, sehingga memiliki harga paling tinggi.
• Lokasi
Penanaman.
Gaharu dapat ditanam mulai dari dataran rendah sampai pegunungan dengan ketinggian 750 m dpl.
Gaharu dapat ditanam mulai dari dataran rendah sampai pegunungan dengan ketinggian 750 m dpl.
• Pola Tanam
Monokultur atau sistem campur (tumpangsari, atau agroforestry)
Monokultur atau sistem campur (tumpangsari, atau agroforestry)
• Jarak
Tanam
Jarak tanam 3 x 3 m (1.000 pohon/ha.), namun dapat juga 2.5 x 3 m sampai 2.5 x 5 m. Jika tanaman gaharu ditanam pada lahan yang sudah ditumbuhi tanaman lain, maka jarak tanaman gaharu minimal 3 m dari tanaman tersebut.
Jarak tanam 3 x 3 m (1.000 pohon/ha.), namun dapat juga 2.5 x 3 m sampai 2.5 x 5 m. Jika tanaman gaharu ditanam pada lahan yang sudah ditumbuhi tanaman lain, maka jarak tanaman gaharu minimal 3 m dari tanaman tersebut.
• Lubang tanam
Ukuran lubang tanam adalah 40 x 40 x 40 cm. Lubang yang sudah digali dibiarkan minimal 1 minggu, agar lubang beraerasi dengan udara luar. Kemudian masukkan pupuk dasar, campuran serbuk kayu lapuk dan kompos dengan perbandingan 3 : 1 sampai mencapai ¾ ukuran lubang. Kemudian setelah beberapa minggu pohon gaharu, siap untuk ditanam.
Ukuran lubang tanam adalah 40 x 40 x 40 cm. Lubang yang sudah digali dibiarkan minimal 1 minggu, agar lubang beraerasi dengan udara luar. Kemudian masukkan pupuk dasar, campuran serbuk kayu lapuk dan kompos dengan perbandingan 3 : 1 sampai mencapai ¾ ukuran lubang. Kemudian setelah beberapa minggu pohon gaharu, siap untuk ditanam.
• Penanaman
Penanaman benih gaharu sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan di pagi hari sampai jam 11.00, dan dapat dilanjutkan pada jam 4 petang harinya.
Penanaman benih gaharu sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan di pagi hari sampai jam 11.00, dan dapat dilanjutkan pada jam 4 petang harinya.
• Pemeliharaan Pemupukan dapat dilakukan sekali 3
bulan, namun dapat juga setiap 6 bulan dengan kompos sebanyak 3 kg melalui
pendangiran dibawah canopy. Penggunaan pupuk kimia seperti NPK dan majemuk
dapat juga ditambahkan setiap 3 bulan dengan dosis rendah (5 gr/tanaman)
setelah tanaman berumur 1 tahun, kemudian dosisnya bertambah sesuai dengan
besarnya batang tanaman. Hama tanaman gaharu yang perlu diperhatikan adalah
kutu putih yang hidup di permukaan daun bawah, bila kondisi lingkungan lembab.
Pencegahan dilakukan dengan pemangkasan pohon pelindung dan pruning agar kena
cahaya matahari diikuti penyemprotan pestisida seperti Tiodane, Decis,
Reagent., dll Pembersihan gulma dapat dilakukan sekali 3 bulan atau pada saat
dipandang perlu.
Pemangkasan pohon dilakukan pada umur 3 sampai 5
tahun, dengan memotong cabang bagian bawah dan menyisakan 4 sampai 10 cabang
atas. Pucuk tanaman dipangkas dan dipelihara cukup sekitar 5 m, sehingga
memudahkan pekerjaan inokulasi gaharu.
Saat ini diperoleh dari genus Fusarium sebanyak 23 isolat
jamur. Empat isolat jamur Fusarium paling cepat menginfeksi kayu berpotensi
menjadi gaharu.
”Dalam satu bulan kayu yang diinfeksi dengan keempat
isolat jamur tersebut sudah mampu menunjukkan tanda-tanda keberhasilannya,”
kata Sulistyo.
Kemudian gaharu buatan itu bisa dipetik pada usia satu
hingga tiga tahun. Pohon potensial yang dipilih untuk membentuk gaharu, yang
sudah berdiameter lebih dari 15 sentimeter dan usianya di atas 5-6 tahun.
Untuk menyuntikkan isolat jamur penginfeksi,
sebelumnya pohon potensial dilukai. Pada bagian pelukaan tersebut, isolat jamur
disuntikkan. ”Dalam satu pohon disuntikkan isolat jamur pada 200 sampai 300
titik pelukaan batang,” kata Sulistyo. Dalam pelukaan kemudian terjadi infeksi
jamur yang membentuk warna kehitam-hitaman.
Selama tiga tahun, semburat warna kehitaman itu akan
menyebar ke atas dalam jarak hanya 3-4 sentimeter saja. Semburat warna
kehitam-hitaman pada serat kayu itulah yang disebut gaharu.
Selama ini gaharu alam yang paling bagus disebut
gaharu super yang berwarna hitam pekat, padat, keras, mengilap, dan beraroma
kuat khas gaharu.
Gaharu super tidak menampakkan serat kayunya.
Bentuknya seperti bongkahan yang di dalamnya tidak berlubang.
”Klasifikasi mutu gaharu ditetapkan ada enam.
Berturut-turut dari yang paling bagus, yaitu kelas super, tanggung, kacangan,
teri, kemedangan, dan cincangan,” kata Sulistyo.
Kelas cincangan merupakan potongan kecil-kecil dari
kayu yang terinfeksi menjadi gaharu. Meskipun tidak berwarna kehitaman atau
tidak mengandung getah gaharu, kelas cincangan masih menunjukkan aroma khasnya.
Biasanya, gaharu ini digunakan untuk pembuatan dupa atau hio.
Dalam proses produksi gaharu buatan, yang sangat
penting dikuasai adalah proses pembenihan, persemaian, penanaman, dan
pemeliharaan pohon-pohon berpotensi gaharu.